makanansehat.co.id - Sebagai sebuah negara dengan mayoritas penduduk beragama Muslim, Indonesia menganggap produk halal sebagai suatu keharusan yang dijamin oleh negara. Untuk melindungi konsumen Muslim, semua makanan dan minuman yang beredar di Indonesia harus diberi label halal. Produk makanan tanpa label halal tidak dapat menjamin kehalalannya. Menurut UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, produk halal adalah produk yang telah diakui halal sesuai dengan syariat Islam. Jaminan Produk Halal adalah bentuk kepastian hukum terkait kehalalan produk, yang dibuktikan melalui Sertifikat Halal.
Baca juga: Hukum Bisnis Restoran dengan Chef Warga Negara Asing
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertanggung jawab dalam memberikan sertifikasi halal. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI. Terkait dengan kehalalan produk, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) yang melarang pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mematuhi ketentuan produksi halal, sebagaimana tercantum dalam label (Pasal 8 ayat 1 huruf H UU PK).
Peraturan Jaminan Produk Halal (JPH) telah mengalami beberapa perubahan, penghapusan, atau penambahan baru dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Pasal 45). Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib memiliki sertifikasi halal (Pasal 4 UU Produk Halal). Namun, ada pengecualian untuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Sesuai dengan UU Ciptaker, UMK dapat memberikan pernyataan halal berdasarkan standar halal yang ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai pengganti sertifikasi halal.
Baca juga: Ketahui 5 Fungsi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Bisnis
Pengecualian sertifikasi halal bagi UMK telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik. Tulus Abadi, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menganggap bahwa self declaration terkait produk halal bagi UMK berisiko melanggar hak-hak konsumen. Meskipun dia setuju dengan upaya pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi UMKM, Tulus berpendapat bahwa pernyataan halal berdasarkan pernyataan diri sendiri dapat menimbulkan pelanggaran hak-hak konsumen. Oleh karena itu, Tulus mendorong semua pihak untuk mengawasi perumusan peraturan turunan agar memiliki aturan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Baca juga: Mengenal 5 Asas Perlindungan Konsumen Berikut Ini